*Umar Bahauddin Al Amiri
di mana kegaduhan merdu
di mana kebisingan syahdu
di mana belajar yang selalu diselingi senda gurau
di mana masa kanak-kanak yang membara
di mana boneka dan buku-buku yang berserakan di atas lantai
dimana rengekan yang tak bermaksud
dimana pengaduan yang tak bersebab
dimana tangis dan tawa
dimana duka dan ceria
yang bersatu dalam satu masa
dimana perebutan untuk duduk di sampingku
ketika mereka akan makan dan minum
mereka saling berdesakan untuk duduk di sisiku
dan dekat denganku di mana saja mereka bergerak
dengan dorongan fitrah mereka menuju kepadaku
pada saat mereka takut dan senang
ketika mereka riang
senandung mereka adalah “Ayah”
ketika mereka marah
ancaman mereka adalah “Ayah”
ketika mereka jauh
bisikan mereka adalah “Ayah”
ketika mereka dekat
ratapan mereka adalah “Ayah”
kemarin mereka memenuhi rumah kita
sayang, sekarang mereka telah pergi
seakan-akan kesunyian itu menimpakan bebannya yang berat ke dalam rumah ini
ketika mereka pergi
sunyinya rumah ibarat tenangnya orang sakit
seisi rumah diselimuti kesedihan dan kelelahan
mereka telah pergi
ya, mereka telah pergi
namun, tempat tinggal mereka adalah hatiku
mereka tidak jauh, meskipun tidak pula mereka dekat
ke mana saja jiwaku berpaling
ku selalu melihat mereka
kadang mereka diam
kadang mereka lompat
di dalam benakku
di dalam rumah yang tak pernah mengenal lelah ini
masih kurasakan senda gurau mereka
masih kulihat pancaran sinar mata mereka
ketika mereka berhasil
masih kulihat linangan air mata mereka
ketika mereka gagal
di setiap sudut rumah
mereka tinggalkan suatu kesan
di setiap pojok rumah
mereka tinggalkan kegaduhan
aku melihat mereka
pada kaca-kaca jendela yang mereka pecahkan
pada dinding-dinding yang mereka lubangi
pada pegangan pintu yang mereka patahkan
pada daun pintu yang mereka gambari
pada piring-piring yang ada sisa-sisa makanan mereka
pada bungkus permen yang mereka lemparkan
pada belahan apel yang mereka sisakan
pada lebihan air yang mereka tumpahkan
ke mana saja mataku memandang
ku selalu melihat mereka
bagaikan sekumpulan burung dara yang terbang melayang
kemarin mereka singgah di Qornail
sekarang mereka di dekap Halab
air matalah yang aku tahan dengan tabah
ketika mereka bertangisan pada saat mereka pergi
hingga ketika mereka bertolak
mereka telah merenggut jantung dari rongga dadaku
kudapatkan diriku bagaikan seorang bocah
yang penuh dengan perasaan
air mataku jatuh tertumpah bagaikan air bah
kaum wanita akan merasa heran
bila melihat seorang lelaki menangis
lebih heran lagi jika aku tidak menangis
tak selamanya tangisan itu kelemahan
aku, dan di dalam diri ini ada keteguhan lelaki, adalah seorang ayah
*mata menggembung dan hati gerimis…fUr my luvly, luvly, luvly ‘Beh’
Read Full Post »